Budi Rahman Hakim, [ rakyatmerdeka.co.id Jumat, 24 April 2009, 00:55:08] Rapat Kerja Nasional Khusus (Rakernasus) Partai Golkar akhirnya bulat mengusung JK For President. Ketua Umum yang dinilai gagal mencapai target suara pada pemilu legislatif ini masih dipercaya menjadi satu-satunya kader yang pantas menjadi RI 1. Sebagai partai di peringkat dua, pencapresan JK tentu masih memenuhi derajat kepatutan. Namun tentu modal itu saja belum cukup.
Sejarah mencatat dengan tinta kelam bahwa pileg kali inilah perolehan suara Partai Golkar merupakan yang terburuk. Tahun-tahun sebelumnya tak pernah kurang dari 20 persen, bahkan di masa keemasannya menyentuh angka kemenangan “fantastis” hampir 80 persen. Tapi itu dulu, masa lalu, kini sepertinya partai beringin mengalami tahun-tahun terberatnya, kekalahan demi kekalahan dideritanya dari mulai pilkada, pileg, entah pilpres nanti.
Kader beringin tentu tidak berharap tampilnya ketua umum jadi Presiden hanya akan melengkapi kekalahan berantai the yellow party ini. Oleh karena itu sejatinya, saat keputusan dibuat, niat dan rencananya harus tulus dan tenang disusun, tidak grusa-grusu. Semoga keputusan besar itu bukan semata soal jaga gengsi, pride, atau didorong kepanikan karena sang rival Akbar Tandjung menguat jadi cawapres SBY. Sungguh bahaya bila keputusan diambil saat panik.
Di atas segalanya, keputusan sudah bulat. Tentu bukan tempat dan saatnya bagi pengurus kali ini berapologi soal anjloknya suara dan kengototan memajukan sang ketum. Tapi juga tidak salah bila muncul analisis yang tujuannya menilai keputusan para elites beringin ini cukup memiliki dasar, modal, atau hanya didorong oleh kenekatan mengusung kadernya jadi RI 1? Sejarah akan menjadi saksi tentu.
Sekarang ini sudah ditemukan ilmu pengetahuan yang bisa mendeteksi maunya rakyat melalui jajak pendapat. Meski diakui ada sebagian insitusi survey yang terperangkap pada semata bisnis namun overall hasil-hasil exit-pollnya akurat, apa adanya, dan cukup presisi.
Partai Golkar jauh-jauh hari H sudah diprediksi akan mengalami penurunan suara amat signifikan. Namun semua disangkalnya, untuk tidak mengatakan bahwa elit dan mesin beringin melakukan evaluasi total agar menang.
Maka sesungguhnya tak perlu terkejut bila hasilnya seperti diprediksikan. Ketua Umum Jusuf Kalla juga sudah diprediksi tidak akan lebih dari 2 persen perolehan suaranya bila kelak maju jadi capres. Tapi apa mau dikata, semua sepertinya tutup mata melihat semua fakta tersebut. Dan rasanya hasilnya tidak akan jauh-jauh beda. Maka kayaknya semua hanya sia-sia dan cuma mubazir saja. Jatuhnya semua hanya untuk menghilangkan kepenasaran saja, tidak percaya dengan ukuran dirinya.
Sisi yang lain, kemunculan JK jadi capres sesungguhnya memiliki arti positif pada realitas politik yang ini: masuk dalam tarian bahwa pemilu legitimate dan pilpres bersama siap kita songsong. Pencapresan JK, semoga saja terkumpul 25 persen untuk tiket, bisa jadi aktor dalam skenario untuk menghalau boikot terhadap pilpres seperti diancamkan blok Mega. Akhirnya, kita berdoa agar JK tiba-tiba menyadari bahwa pilihannya sungguh yang terbaik untuk republik ini.
Tinggalkan komentar