Feeds:
Pos
Komentar

Posts Tagged ‘sultan’

PDIP Segera Capreskan Sri Sultan

Taufik Kiemas ditanya, apakah mungkin PDIP men­ca­preskan Sultan? Dia tertawa. Ketua Dewan Per­tim­bangan Pusat PDIP itu menjawab, “Semua bisa saja. Mungkin.”

Wacana mencapreskan Sultan di PDIP se­be­narnya sayup-sayup sudah ada. Bahkan kabarnya akan disinggung secara internal dalam Rakernas di Solo 26 Januari mendatang. Apalagi, per­kem­­ba­ngan politik beberapa hari ter­akhir makin me­nguat­kan hal itu. Pa­da Jumat malam lalu, TK –panggilan akrab Taufik Kiemas—melakukan per­te­muan em­pat mata dengan Sultan. Ber­tempat di sebuah res­to­ran di Sleman, TK dan Sultan berbicara selama dua jam.

Soal pertemuan itu, Taufik tak bicara banyak. “Ti­dak usah saya katakan, sau­dara sudah tahu. Ke­be­tu­lan Sri Sultan adalah tokoh yang saat ini di­anggap mam­­pu menjalin dialog dan peluang un­tuk itu ke­lihatannya ada,” ujar Tau­fik, kemarin.

Soal duet capres-cawapres yang akan di­usung PDIP, Taufik menjawab ngam­bang. Apa­kah akan jadi Mega­buwono atau Sul­tanmega, semuanya serba mungkin. “Se­mua bisa saja. Mungkin, dan itu ter­serah keduanya,” ujar dia.

Sikap Sultan sendiri tampaknya ma­sih jadi teka-teki. Kepada wartawan di Yog­yakarta, Sultan mengatakan te­kad­nya masih tetap jadi capres. “Ya nanti tho, wong yang saya deklarasiken itu men­jadi capres kok,” kata Sultan seperti di­lansir media internet, kemarin.

Anggota Tim Pelangi Perubahan Ga­rin Nugroho mengatakan, pertemuan an­­tara Sultan dengan beberapa tokoh, ter­­masuk Taufik Kiemas sudah di­ren­ca­nakan. Hal itu ditujukan untuk ber­dis­kusi masalah bangsa. Soal capres ca­wapres belum bisa diutarakan. Sebab ke­mung­kinan masih ada pertemuan lan­jutan. Meski saat ini Sultan ada di Gol­kar, namun terbuka peluang untuk di­ca­preskan semua partai.

Bagaimana kalau dilamar PDIP jadi ca­pres? Garin menjawab, “Ini baru di­alog. Tergantung nanti isinya gimana lah.”

Ketua Umum Merti Nusantara DKI Ja­karta, P Bramandaru menyatakan sa­ngat bangga jika Sultan sampai di­ca­pres­kan PDIP. “Kami sangat welcome. Rak­yat memang meminta beliau untuk ca­pres,” katanya, tadi malam.

Menurut dia, jika benar PDIP benar mencapreskan Sultan, maka Golkar harusnya malu. Kenapa kadernya bisa dicapreskan partai lain dan bukan partainya sendiri. “Saya kira Sultan sreg kalau dicapreskan PDIP, asalkan bukan sebagai cawapres,” tutur Bramandaru.

Merti Nusantara adalah fasilitator Pisowanan Agung pada 28 Oktober 2008 lalu dan menjadi bagian dari tim sukses untuk Sultan.

Bagaimana PDIP? Sikap resmi partai lam­bang banteng tampaknya masih men­capreskan Mega. Nyaris tak ada ka­der PDIP yang berani menganalisa ke­mung­kinan partainya mendukung Sul­tan jadi capres. Kecuali Agus Tjondro.

Bekas anggota Komisi XI DPR itu ber­pendapat, ada benarnya kalau Taufik Kie­mas punya gagasan mencapreskan Sul­tan atau bahkan menduetkan Bu­wo­no-Mega. Kenapa? Karena faktanya di lapangan, pasaran Mega sudah melorot, sementara nilai jual Sultan naik terus. Per­timbangan lain, pemilih punya kecenderungan menyukai orang baru. “Apalagi hasil survei yang dilakukan lem­baga independen, tidak ada yang me­nempatkan Mega di nomor satu. Me­ga selalu di nomor dua di bawah SBY,” kata dia.

Agus juga menangkap kesan, ada pe­nolakan halus dari sebagian besar tokoh yang dilamar jadi cawapresnya Mega. Ke­banyakan alasannya, menunggu ha­sil pemilu legislatif dan seterusnya. “Semua itu hendaknya dibaca bahwa Mega sudah tidak laku dan harusnya dijadikan faktor untuk menentukan kebijakan partai selanjutnya,” katanya.

Nah, melihat hal tersebut, kata Agus, bi­sa saja Taufik Kiemas memiliki pan­dang­an lain. “Salah satunya, men­ja­dikan Buwono-Mega sebagai pasangan ca­pres-cawapres 2009. Siapa tahu kalau yang jadi presidennya Sultan sementara Me­ganya jadi cawapres, bisa me­nga­lahkan duet SBY-JK,’’ kata Agus Tjondro.

Menurut dia, jika orang-orang PDIP te­tap bersikeras Mega harus capres dan Sul­tan cawapres, maka itu akan sulit me­nang. Realita di lapangan, SBY lebih ung­gul dari Mega. “Karena itu, jika TK mem­balikkan keadaan dan menjadikan Sul­tan capres, berarti dia berusaha rea­list­is dan mencari terobosan baru su­pa­ya PDIP punya peluang menang di pilpres 2009,” papar dia.

Bukankah penetapan Mega sebagai ca­pres telah diputuskan dalam kongres PDIP di Bali dan Rapimnas di Ke­ma­yo­ran? Agus langsung menukas, ’’Oleh ka­rena itu, dalam Rakernas di Solo nan­ti, gagasan TK mencapreskan Sultan per­lu dipertimbangkan oleh struktur PDIP,” jawabnya.

Apakah Megawati akan rela me­nurunkan pangkatnya jadi ca­wapres? Agus mengatakan kelihatannya sulit. “Mbak Mega kelihatannya nggak mau. Dia akan ikuti irama lagu Mansyur S yang berjudul Terlanjur Basah. Jadi pen­capresannya sudah terlanjur basah, maka lebih baik mandi sekalian,’’ jawab Agus sambil tertawa.

Ketua Bappilu PDIP Tjahjo Kumolo yang kemarin berada di Ungaran-Se­ma­rang, Jateng menyatakan, par­tainya te­tap komit dengan keputusan untuk men­calonkan Megawati menjadi capres 2009.

Kalau dikatakan lambat menentukan cawapres, itu wajar-wajar saja karena gelagat dan dinamika politik makin tinggi dan cepat berubah. Yang jelas, sekarang ini seluruh instrumen dan struktur partai melakukan komunikasi politik dan melobi pimpinan parpol dan figur-figur agar bersedia jadi ca­wa­pres­nya Mega.

’’Kita akui, Sri Sultan termasuk kuat jadi cawapresnya Mega, selain Hidayat Nur Wahid, Prabowo Subianto dan Wi­ranto. Kalau Sultan mau maju sebagai ca­pres, ya silakan,’’ kata Tjahjo.

Pihaknya mencari figur yang ber­se­dia jadi cawapresnya Mega dengan per­syaratan, bisa kerjasama dengan Mega se­lama lima tahun dan mampu me­nambah suara, serta punya dukungan dari internal dan eksternal partai, punya visi dan misi yang sama dengan Mega serta komitmen untuk membangun Indonesia lebih baik. “Kalau cawa­pres­nya dari internal PDIP tidak mungkin ka­rena kita ingin tambahan suara,” tegas Tjahjo. HPS/WHY

http://rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/, Senin, 19 Januari 2009, 05:56:19
document.title += ” : PDIP Segera Capreskan Sri Sultan”;

Read Full Post »

Sri Sultan Jangan Kebelet

Sri Sultan Jangan Kebelet Naikin Banteng

Jakarta, RM. Ini saran untuk Sri Sultan dari sejumlah kader Golkar. Raja Yogya itu diingatkan agar tidak buru-buru menerima pinangan dari PDIP. Entah itu sebagai capres atau cawapres. Me­ngapa? Kata tokoh perempuan Gol­kar Jawa Barat Itje Siti Dewi Ku­raisin, Golkar bisa terbelah kalau Sul­tan lari ke PDIP.

“Terus terang, kita belum legowo ka­lau Sultan digondol PDIP. Banyak ka­der Beringin yang kecewa kalau Sul­tan melompat ke punggung ban­teng,” kata Itje Kuraisin di gedung DPR, kemarin.

Menurut Itje, Sultan punya banyak ke­­lebihan. Ia dinilai sebagai kader Gol­­kar yang tangguh. Pernah me­n­ja­bat Ketua DPD I Golkar Yogyakarta dan sekarang punya kewibawaan dan ja­ringan yang luas sebagai anggota De­wan Penasehat Golkar.

“Saya menyayangkan kalau Sultan nye­­berang ke PDIP. Saya imbau, Pak Sul­t­an bersabar sebentar. Tahan dikit, jangan terlalu kebelet, siapa tahu bisa meneruskan jejak ayahnya ke Istana,” tegas Itje Kuraisin.

Tokoh muda Golkar Ferry Mursyidan Baldan juga tidak begitu rela bila Sultan dipinang PDIP. Dengan bahasa yang lebih halus, Ferry menyarankan supaya Ra­ja Yogya yang bernama asli Her­djuno Darpito itu tidak grasa-grusu me­nye­tujui pinangan PDIP. Pikirkan dulu dan tunggu sampai selesai pemilu legislatif.

“Kalau diterima sekarang, terlalu pre­matur, tunggu hasil pemilunya se­perti apa. Jadi, jangan kesusulah, ka­rena kalau Golkar nanti koalisi dengan PDIP, maka itu bisa memperlancar,” kata Ferry Mursyidan.

Menurut Ferry, jika benar Sultan di­rangkul PDIP, persoalannya bukan rela atau tidak rela. Tapi kalau dilakukan sekarang, hasilnya masih nol, karena bi­sa­nya hanya meraba-raba. Namun jika keputusannya dilakukan setelah pemilu legislatif, hasilnya bisa lain.

Wakil Sekjen Golkar Rully Chaerul Azwar juga menyayangkan bila Sultan buru-buru menerima pinangan partai lain. Namun demikian, dia tak kuasa meng­halang-halangi jika itu kemauan Sul­tan. ‘’Itu hak politik dia, kita tidak bisa menghalang-halangi. Kalau Golkar akan ambil keputusan soal capres se­telah pemilu,’’ ujar Rully.

Anggota Bappilu Golkar Achmad Moestahid Astari menyatakan, habitat Sultan itu di Golkar, bukan di PDIP atau partai lain. Oleh karena itu, pencapresan Sultan harus melalui Golkar, bukan lewat partainya Megawati.

“Kalau lewat partai lain, tidak pas. Saya berharap, goro-goro ini meng­gu­gah seluruh potensi Golkar tingkat pu­sat hingga daerah untuk mengusung Sul­tan jadi capres, sehingga ia tidak digotong orang,’’ tegas Moestahid.

Namun Ketua Korbid OKK DPP Partai Golkar Syamsul Muarif me­ne­gas­kan, kalau Sri Sultan dirangkul PDIP untuk dicalonkan sebagai pre­siden atau dijadikan cawapresnya Me­ga­wati, Golkar tidak bisa menyikapi se­karang, silakan saja. Sikap Golkar sa­ma ketika Sultan diusung Partai Re­publikan untuk dijadikan calon pre­siden. Sikap resmi Golkar akan di­pu­tus­kan dalam Rapimnas setelah pemilu legislatif.

“Tidak masalah. Yang begitu-begitu di Golkar tidak ada masalah. Dulu JK juga dicalonkan oleh Partai Demokrat. Karenanya, Yuddy, Marwah dan Sultan nanti diwajibkan mengikuti mekanisme yang ditetapkan oleh partai. Kalau me­reka tak mengikuti, biarlah Rapimnas yang menentukan,” kata bekas Men­kominfo ini.

Tidak Menarik Kaum Muda

Fung­sionaris Golkar Yuddy Chris­nandi menilai Mega-Buwono atau Bu­wo­no-Mega tidak menarik untuk kaum mu­da, karena tidak ada semangat pe­ru­bahan. Kalau PDIP memajukan ke­dua tokoh itu, SBY akan lebih gampang meng­gilas. Karena dari sisi visi dan pres­tasi, SBY memiliki keunggulan dibanding duet itu.

Anggota Komisi I DPR itu mengaku heran dengan manuver Taufik Kiemas ber­temu Sultan. “Saya jadi bingung, apa sih yang mendorong Taufik Kiemas mem­bujuk Sultan untuk diduetkan de­ngan Mega? Sultan bukan tokoh is­timewa, tidak ada yang luar biasa dari dia, ngapain dicomot,” kata Yuddy.

Yuddy mengingatkan, kalau Mega mau menang dalam pilpres, dia harus me­rangkul cawapres dari kalangan mu­da yang bisa menjadi magnit bagi anak-anak muda dan pemilih pemula. Ke­me­nangan Mega bukan ditentukan oleh Sul­tan tapi oleh pasangan cawapresnya yang benar-benar mampu mengalahkan ke­piawaian SBY. Hps

http://rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/, Rabu, 21 Januari 2009, 05:51:52

Read Full Post »

Belum Mau Turun Harga, Sultan Nunggu “Pembeli”

Jakarta, RM. Untuk memuluskan niat­nya menjadi capres, Sri Sultan Ha­meng­kubuwono X terus bermanuver mencari du­kungan. Herannya, kenapa tak ada par­tai besar yang dukung Sultan. Apakah ini pertanda Sultan tak laku jadi capres?

Pengamat politik Alfan Alfian ber­pan­dangan, belum adanya partai besar yang men­dukung Sultan karena harga jual Sul­tan masih rendah. Makanya, kata dia, pe­luang bagi Sultan untuk meraih tiket ca­pres hanya dari gabungan parpol kecil.

“Harga jual Sri Sultan itu tidak naik dan tidak turun. Sehingga dia akan terus me­nunggu partai yang mau membeli­nya,” kata Alfan Alfian kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Alfan haqqul yakin, Sultan tak akan bisa mendapatkan dukungan dari PDIP, apalagi Partai Demokrat. Karena dua partai itu sudah punya jago yang punya ra­ting polling terbesar. “Sri Sultan pa­ling berpeluang mengincar posisi ca­wapres di dua partai tersebut (PDIP dan Demokrat),” ujar dosen Unhas ini.

Bagaimana dengan Golkar? Alfan me­nilai peluangnya kecil juga. Karena Gol­kar juga sudah punya calon kuat yaitu Jusuf Kalla, wapres yang juga ke­tua umum Golkar. “Peluang di Golkar cu­kup sulit, karena ada JK yang masih ber­kepentingan,” tandasnya.

Alfan juga menyangsikan jika Sultan berharap banyak dapat tiket dari koalisi parpol-parpol kecil. “Partai-partai kecil masih menunggu hasil pemilu legislatif guna memiliki syarat dukungan. Me­re­ka juga masih wait and see. Parpol kecil juga masih mengukur kekuatan Sultan,” tuturnya.

Pendukung Sultan tak terima jika jagoan­nya dinilai tak laku jual. Garin Nu­groho, anggota Tim Pelangi Pe­ru­bahan memastikan, saat ini banyak par­pol besar yang berusaha mendekati Sultan, tapi tidak sehati dengan Sultan.

“PDIP memang pernah mendekati Sul­tan, tapi saya ndak tahu apakah PDIP masih mau atau tidak ber­dam­ping­an dengan Sultan,” kata Garin ke­pada Rakyat Merdeka, kemarin.

Garin menuturkan, masih banyak lo­bi-lobi internal yang dilakukan baik oleh parpol besar maupun parpol kecil agar bisa mendekati Sultan. Dia men­con­tohkan, sehari setelah ketemu de­ngan Ketua Umum PNI Marhaenisme Suk­mawati Soekarnoputri, Sultan lang­sung terbang ke Yogyakarta untuk ber­temu dengan parpol lainnya. “Banyak yang ngantre tuh. Tapi Sultan belum sreg aja dengan mereka,” katanya lagi.

Menurut Garin, Sultan belum tertarik dengan tawaran-tawaran dari parpol be­sar karena ada perbedaan prinsip de­ngan mereka. “PDIP melakukan de­mo­kratisasi tertutup di dalam partainya sen­diri. Golkar pun demikian Bahkan dukungan Golkar juga masih separuh hati. Sedangkan Sultan sebagai anggota Gol­kar selalu berusaha melakukan di­alog dengan rakyat. Itu yang tidak boleh dibatasi,” imbuhnya.

Jadi kira-kira parpol mana yang paling berpeluang membeli Sultan? Garin mengaku tidak mengetahui de­ngan pasti hal itu. “Sebenarnya semua ter­gantung dari demokratisasi dari par­pol itu sendirii,” katanya berdalih.

Sebaliknya, sambung Garin, parpol kecil mempunyai persamaan prinsip de­ngan Sultan. Parpol kecil, sebutnya, ma­sih mau menjadi jaket rakyat untuk melindungi rakyat, sama seperti yang diinginkan Sultan.

“Parpol besar harusnya sedih kalau mereka tetap melakukan demokratisasi tertutup dan ndak bisa mendekati rakyat. Padahal, itu akan berpengaruh menurunkan popularitas parpol mereka. Karena sebagai pemimpin, mereka harus dikenal oleh rakyat. Kalau rakyat tidak mengenal mereka, maka bisa dipastikan mereka tidak populer di mata rakyat,”jelasnya.

Karena itu, Garin mengatakan, Sultan ti­dak perlu repot-repot menurunkan har­ga biar dibeli oleh parpol besar. “Ndak perlu lah. Seorang kandidat ca­pres itu harus dekat dengan rakyat, bu­kan dengan parpol. Maka harus banyak me­lakukan dialog dengan rakyat. Se­perti Sri Sultan yang selalu melakukan dialog untuk mendekati rakyat, bukan melakukan lobi internal dengan parpol besar,” ujarnya.

Sementara itu, kemarin Sultan ber­te­mu pengusaha Arifin Panigoro di Yog­yakarta. Sultan meresmikan kantor Bank Saudara cabang Yogyakarta, sebuah bank yang dimiliki Arifin.

Dalam peresmian yang berlangsung mu­lai pukul 10.00 WIB itu, Sultan se­laku Gubernur Daerah Istimewa Yog­yakarta meminta kalangan perbankan mendukung industri kreatif. “Apalagi seperti krisis tahun ini,” kata Sultan saat peresmian kantor yang terletak di Jalan Mangkubumi, Yogyakarta, itu.

Setelah meresmikan, Sultan duduk ber­sebelahan dengan Arifin Panigoro yang juga bekas politisi PDIP itu. Ke­dua­nya terlihat sesekali bercakap-cakap. Di tempat acara juga hadir janda men­diang Sophan Sophiaan, Wid­ya­wati, Kepala Kantor Bank Indonesia Yog­yakarta Tjahjo Oetomo dan dua elite Tim Pelangi Perubahan Sukardi Ri­nakit dan Franky Sahilatua.

Ditemui usai acara, Franky menyebut Sultan dan Arifin sudah lama kenal. Fran­ky tak mengelak jika ada pem­bi­caraan soal pemilihan presiden. “Mung­kin ada pembicaraan, tapi saya tidak ta­hu. Ari­fin itu kan pengusaha yang ke­nal ba­nyak tokoh,” kata Franky. dhn/ita

http://rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/ Kamis, 15 Januari 2009, 05:01:14

Read Full Post »

INILAH.COM, 27/11/2008 08:05

Syarif Hasan : Sultan Mustahil Mampu Tiru SBY

R Ferdian Andi R

“Dulu saat Pemilu 2004, pemerintahan Megawati betul-betul berada di titik nadir. Nah sekarang dalam pemerintahan SBY tidak ada masalah,” tegas Syarif Hasa saat ditemui INILAH.COM di sela-sela taping Presstalk, di studio Q TV di Kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (25/11).

Mengapa Syarif Hasan seyakin itu? Berikut ini wawancara lengkapnya:

Bagaimana Anda melihat gagasan koalisi yang mulai digagas oleh beberapa partai politik seperti PDI Perjuangan, PKS. Apakah Partai Demokrat juga mulai melakukan hal yang sama?

Itu kan strategi masing-masing partai politik, itu wajar-wajar saja. Tapi yang faktual, yang terjadi nanti adalah setelah pemilu legislatif April 2009 mendatang.

Apakah Partai Demokrat tidak khawatir atas situasi seperti yang terjadi saat ini, koalisi cukup rapuh. Seperti yang terjadi dalam pemerintahan SBY-JK, dalam beberapa isu politik partai pendukung tidak memback-up pemerintah?

Agak berbeda, antara 2004 dan sekarang. Pada 2004 memang ada yang koalisi dari awal, ada yang di pertengahan ada yang setelah berjalan pemerintahan. Jadi jelas berbeda. Ini yang menyebabkan seperti saat ini. Nah, kalau nanti pada 2009 kan jelas pijakannya, setelah pemilu legislatif baru akan terbentuk koalisi. Apalagi dengan persyaratan pilpres yang ketat, saya kira berbeda dengan 2004.

Ikatan apa yang diterapkan dalam membangun koalisi oleh Partai Demokrat?

Saya kira siapa pun. Apalagi kita partai nasionalis-relijius. Jadi kita bisa berkoalisi dengan partai nasionalis, juga bisa berkoalisi dengan partai relijius. Tetapi persyaratan utamanya adalah kami akan koalisi dengan partai yang tidak mencalonkan presiden dalam 2009 mendatang. Jadi kalau hanya membidik wapres, mungkin bisa kita koalisi.

Bagaimana dengan temuan LSI yang menyebutkan bahwa jika pemilu dilaksanakan saat survei, maka Partai Demokrat menjadi pemenang dengan meraih 16,8%?

Alhamdulillah. Ini adalah hasil kerja keras semua elemen, baik pemerintah maupun Partai Demokrat. Hasilnya ya seperti disampaikan LSI. Rakyat sekarang tahu, apa yang dilakukan pemerintah dan Partai Demokrat. Ini perlu dikomunikasikan kepada rakyat.

Banyak kritik, jikapun Partai Demokrat naik, itu semata-mata karena figur SBY, termasuk tidak ada prestasi yang menonjol dari Partai Demokrat yang dapat dirasakan oleh publik?

Tidak betul. Yang benar, memang Partai Dmeokrat adalah identik dengan SBY. Partai Demokrat berkiprah dalam mengawal kebijakan pemerintah. Setiap ada masalah di tengah-tengah masyarakat Partai Demokrat selalu terjun.

Bagaimana komentar Anda dengan opsi yang dilakukan Sultan dengan meniru kesuksesan Partai Demokrat dan SBY pada 2004 lalu, apakah itu akan tercapai?

Tidak mungkin. Fenomena SBY dan Partai Dmeokrat tidak mungkin terjadi kali kedua. Dulu, pemerintahan (era Megawati) dalam keadaan krisis, tapi sekarang pemerintahan SBY sangat well performance. Apa yang diharapkan masyarakat saat itu tidak ada yang terealisasi, tapi kalau sekarang lain. Semua sesuai dengan harapan masyarakat, meski ada juga yang belum puas. Memang ada program yang belum dilakukan, ada juga yang banyak dikerjakan. Kalau era Megawati keadaan bangsa dalam keadaan titik nadir.

Artinya peluang Partai republikan dan Sultan meniru SBY dan Partai Demokrat mustahil terjadi dalam Pemilu 2009?

Tidak mungkin.

Tapi andaikan Sultan bermain di ruang kosong yang belum dimainkan oleh Partai Demokrat seperti isu kemiskinan dan pengangguran?

Semua sudah transparan, angka kemiskinan dan pengangguran menurun. Kalaupun bulan Juni kemarin naik, karena adanya krisis ekonomi energi. [P1]

Read Full Post »

Sultan HB X Bertemu SBY

Kompas.com Selasa, 7 Oktober 2008 | 07:07 WIB – IGN sawabi  Sent from my BlackBerry © Wireless device from XL GPRS/EDGE/3G Network

 

JAKARTA, SELASA – Hari ini, Selasa (7/10) Gubernur Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X diagendakan akan bertemu Presiden SBY. Dalam pertemuan itu, Sultan HBX akan menerima Kepres perpanjangan masa jabatannya sebagai Gubernur DIY.

Pada 9 Oktober ini, masa jabatan Sultan HB X sebagai gubernur akan habis. Dalam beberapa kesempatan lalu, Mendagri Mardiyanto mengatakan perpanjangan masa jabatan Sultan HB X sebagai gubernur tidak terkait dengan Pemilu Presiden 2009.

Sebab, meski Sultan HB X belum pernah mendeklarasikan diri, beberapa elemen masyarakat sudah meminta raja Yogyakarta itu untuk maju sebagai calon presiden pada 2009. Perpanjangan masa tugas Sultan HB X lebih dikarenakan RUU Keistimewaan DI Yogyakarta hingga hari ini belum selesai. Dengan perpanjangan masa jabatan itu, dipastikan tidak terjadi kekosongan pemimpin di daerah yang pernah menjadi Ibukota Negara di masa revolusi itu.

Read Full Post »