[ republika.co.id Sabtu, 11 April 2009 pukul 05:47:00 ] JAKARTA — Partai Demokrat dalam semua hitungan cepat unggul dengan pengumpulan suara diatas 20 persen. Presiden SBY dalam keterangannya di kediamannya hari Jum’at mengatakan akan membuka diri dengan pihak manapun untuk membentuk pemerintahan koalisi.
Lalu apakah masih mungkin Demokrat mengajak Golkar berkoalisi dalam pemerintahan atau mengajak Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden mendampingi SBY.
Andy Malarangeng, jurubicara presiden SBY dan juga Ketua Departemen Sumber Daya Manusia Partai Demokrat mengatakan kepada BBC, selama ini koalisi dengan Golkar berjalan baik sehingga wajar sekali kalau kerjasama itu berlanjut.
Tetapi mengenai siapa yang akan diajak menjadi cawapres oleh SBY, Andy Malarangeng mengatakan, pihak Demokrat akan membuka diri pada opsi-opsi yang ada.
“Seperti kata SBY, koalisi ke depan harus ada kontrak politik yang jelas sesuai dengan peta politik yang baru dan juga sesuai dengan kepantasan dan pengalaman selama 4 tahun belakangan,” kata Andy Malarangeng.
Selanjutnya Andy mengatakan Partai Demokrat dan Presiden Susilo Bambang Yudoyono baru akan menentukan siapa pasangannya untuk maju dalam pemilihan presiden bulan Juli nanti setelah menentukan koalisi pemerintahan.
“Sekali lagi mengenai cawapres, tentu saja akan dibicarakan secara intensif setelah kita melihat koalisi yang bisa terbntuk untuk pemerintahan,” kata Andy.
“Jadi kita membentuk pemerintahan koalisi dulu, lalu dari koalisi itu akan muncul nama yang tepat untuk berpasangan dengan Presiden SBY dalam pemilihan presiden 2009 ini.”
Pertahankan SBY-Kalla
Sementara itu pengamat politik dari Universitas Nasional di Jakarta, Arbi Sanit menilai sebaiknya Presiden SBY tetap berpasangan dengan Jusuf Kalla jika ingin menang dalam pemilihan presiden nanti.
“Berbagai survei sudah menunjukkan pasangan yang paling banyak dipilih responden adalah SBY-Kalla. Jadi tidak ada alasan untuk tidak melanjutkan itu,” kata Arbi Sanit kepada BBC Jum’at malam.
Sekalipun hasil-hasil pembangunan, stabilitas politik selama pemerintahan pasangan SBY-Kalla jauh dari keingingan masyarakat, menurut Arbi Sanit, tetap saja pasangan ini dianggap sebagai pasangan paling produktif dalam sejarah reformasi Indonesia.
Selain itu, menurut Arbi Sanit, alasan lain kenapa pasangan ini pantas meneruskan kerjasama mereka adalah karena kedua pemimpin ini saling membutuhkan.
“Kalla tanpa berpasangan dengan SBY akan kalah. Sementara SBY butuh Golkar dan Jusuf Kalla juga untuk bisa memerintah secara efektif, membangun sistem mayoritas. Tetapi memang masih ada satu dua partai lainnya yang akan diajak supaya dapat dukungan mayoritas di DPR,” kata Arbi Sanit. – bbc/ahi
Tinggalkan komentar