[ rakyatmerdeka.co.id Kamis, 14 Mei 2009, 00:35:27 ]Cawapres SBY sudah pasti Boediono. Kemungkinannya 99 persen. Yang satu persen adalah kehendak Tuhan. “Kalau Tuhan menghendaki diganti ya ganti,” kata Achmad Mubarok di Jakarta, kemarin.
Kenapa Boediono? Kata Wakil Ketua Umum Demokrat itu, hanya SBY yang tahu. “Sebelum menentukan pilihan, SBY melakukan salat Istikarah berulang-ulang. Kalau memutuskan Boediono, mungkin karena hatinya sudah mantap,” kata dia.
Boediono sendiri tak mau ditemui pers. Seharian kemarin dia ngumpet. Ratusan wartawan menungguinya di Gedung Bank Indonesia. Tapi, dia tak muncul. Menurut sumber BI, Boediono ada di kantornya dan melakukan rapat internal.
Direktur Perencanaan Strategis dan Humas BI Dyah NK Makhijani mengatakan, persoalan yang hendak ditanyakan wartawan sifatnya belum kepastian, sehingga Boediono belum bersedia berkomentar. “Bapak (Boediono) belum mau berkomentar, karena sifatnya baru isu,” ujar Dyah.
Sempat terjadi insiden berdarah. Salah seorang kameraman stasiun televisi disundul satpam Gedung BI. Pelipisnya berdarah. Atas kejadian tersebut, puluhan wartawan protes dan meminta klarifikasi dari pihak BI. Dyah memohon pengertian bahwa dalam keadaan tertentu, pihaknya memang menerapkan kebijakan keamanan yang lebih ketat. Selanjutnya, pihak BI menyerahkan pengusutan kasus tersebut kepada kepolisian setempat.
Boediono Lebih Lembut
Kembali ke Mubarok. Menurut dia, banyak alasan kenapa SBY memilih Boediono. Antara lain, karena partai yang menyatakan berkoalisi dengan Demokrat, perolehan suaranya hampir merata. Maka bila SBY memilih cawapres dari salah satu partai tersebut, besar kemungkinan ada partai yang tidak menerima.
Di luar persoalan itu, karakter Boediono juga dinilai SBY sangat lembut. Tidak seperti JK yang sering mendahului dalam pengambilan keputusan. “Kalau JK mungkin karena terlalu kreatif. Kebijakan baru tingkat ide dari presiden, dia bisa lebih cepat melaksanakan,” urainya.
Mubarok menyebutkan beberapa nama yang sempat jad pertimbangan SBY untuk jadi cawapres. Antara lain adalah bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidiqie dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Tapi, pilihan jatuh pada Boediono.
“Meski lembut, kekuatannya dahsyat. Seperti air, yang bisa meluluh-lantakan Aceh karena tsunami. Itu air lho!” katanya.
Tapi, apakah Boediono bisa mengatasi politisi DPR? Mubarok menjawab, itu bukan tugas Boediono. Tugas menghadapi politisi DPR adalah urusan pimpinan partai yang berkoalisi dengan pemerintahan SBY. HPS/RYS/JPNN
Tinggalkan Balasan