R Ferdian Andi R [ inilah.com 17/04/2009 – 08:59 ] INILAH.COM, Jakarta – Sepekan setelah pemilu legsilatif 9 April, ikhtiar partai politik menggalang kekuatan koalisi dalam pemilu presiden Juli mendatang semakin menunjukkan arahnya. Masing-masing kekuatan masih berhitung baik secara organisasi maupun finansial.
Menurut Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia (CPI) Bima Arya Sugiarto arah kolaisi dalam pemilu presiden saat ini lebih ditentukan faksionalisasi internal partai politik.
“Jadi yang menentukan arah koalisi adalah chemistry dan tentunya faktor uang,” tegas Bima kepada INILAH.COM, Kamis (16/4) di Jakarta. Apa maksud pernyataan Bima? Berikut wawancara lengkapnya:
Kini telah mengerucut arah koalisi partai-partai untuk pemilu presiden. Apa pandangan Anda atas rangkaian manuver politik antarpartai yang tercermin dengan silaturahmi politik?
Kalau menurut saya, arah koalisi ini malah ditentukan dengan arah faksinoalisme oleh internal partai. Dinamika internal jauh lebih menentukan daripada agenda pembentukan pemerintahan efektif lima tahun ke depan.
Saya melihat ada variabel Golkar dengan pernak-pernik di internal. Di Partai Demokrat juga ada tim sembilan untuk menggodog siapa pasangan SBY. Pertarungan di tim 9 ini juga menarik. Ada pertarungan jaringan JK dan Akbar Tandjung. Di PPP dan PKS juga tak kalah kencang dinamika di internalnya. Jadi memang faktor chemistry dan faktor uang.
Bagaimana skenario koalisi dalam pilpres mendatang?
Ada dua skenario besar, koalisi SBY dan koalisi Mega. Ada juga skenario, koalisi tiga dengan majunya Prabowo Subianto dengan Sutrisno Bachir yang didukung partai-partai kecil plus PPP.
PAN juga tidak satu suara. Pak Amien sepertinya membawa PAN ke SBY sedangkan Soetrisno Bachir ke Prabowo. Saya dapat kabar Minggu (19/4) Pak Amien akan mengumpulkan pengurus wilayah PAN untuk diarahkan mendukung SBY. Jadi memang ditentukan oleh dinamika internal.
Bagaimana dengan di PDIP yang tersiar kabar Megawati tak jadi mencalonkan menjadi presiden namun digantikan figur lain?
Di PDIP dinamikanya yang menentukan ya Mega dan Taufik Kiemas. Kalau Mega tidak naik dalam pilpres, siapa yang bakal diusung? Ini persoalannya. Belum tentu Puan Maharani didukung secara total.
Ada juga nama Sultan, apakah memang dia mau diusung sebagai cawapres. Jadi memang complicated. Jadi saat ini, lobi-lobi ditentukan dengan chemistry serta faktor uang.
Nanti pada akhirnya siapa yang bakal menjadi kunci dari pertarungan ini di masing-masing koalisi?
Dua aktor kunci ya ujung-ujungnya SBY dan Megawati. Bagaimanapun akan terjadi akrobat internal Golkar, namun SBY tidak mau didikte melalui forum itu, maka selesai sudah (ikhtiar Golkar). Makanya disini pentingnya faktor chemistry.
Nah, mungkin saja SBY tidak berhitung soal kekuatan parlemen namun loyalitas dan chemistry, ini tidak terlepas dari kepercayaan diri SBY dengan perolehan Partai Demokrat yang tinggi. Di PDIP Mega juga menentukan.
Jika terdapat tiga pasangan yang akan maju dalam Pilpres mendatang siapa saja yang bakal maju?
Koalisi SBY, koalisi PDIP, dan koalisi Gerindra, PAN, dan PPP serta partai-partai kecil. Meski koalisi ketiga ini harus bekerja keras, karena perolehan Gerindra kecil maka harus ditambah suara PPP, PAN dan partai-partai kecil. Koalisi ketiga agak berat. Jadi Prabowo memiliki dua pilihan dengan PDIP atau membangun kekuatan sendiri. [E1]
Tinggalkan Balasan